Kamis, 11 April 2013

Macam Puisi Lama



Pantun
Rawa dihuni buaya
Makan rusa dengan lahap
Jika hidup ingin kaya
Tak cukup dengan meratap

Talibun
Adik tertidur telungkup
Mulutnya pun sampai berbuih
Bantal belang banjir basah
Lebih baik hidup cukup
Daripada hidup berlebih
Hidup tak tentram hati resah

Seloka
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Syair
Tikus jalang telah beraksi
Menggerogoti uang bukan nasi
Hukum agung beralih fungsi
Kejujuran dianggap basi

Mulut lebar dan wajah gendut
Merobek hokum tanpa takut
Kejujuran mati dibalut
Negeri ini pun semakin kalut

Si ratu adil tak kunjung datang
Membela rakyat untuk menang
Sungguh senang si tikus belang
Makan uang dengan tenang

Gurindam
Barang siapa semakin merunduk
Pasti rejeki akan tunduk

Karmina
Baju merah, celana putih
Jangan marah, sabar dilatih






Puisi Baru


Noda Di Balik Sucinya Dwiwarna
Reformasi telah dikumandngkan
Semua mata tertuju pada masa depan cemerlang
Mereka ingin gelap jadi pelangi
Batu-batu kejujuran
Mereka bangun dengan peluh

Kini, mereka tertunduk lesu
Melihat rayap menggerogoti pondasi pancasila
Dengan lahap tanpa cemas
Mendulang emas penuh dengan rasa bela

Entah masihkah berkenan
Hukum yang sering dielukan
Hukum yang penuh segan
Menjadi jalan terang
Harapan jadi angan ketika hokum berkarat masih jadi pedoman

Rayap bersatu menghantam hokum
Menghambat Negara
Menghardik rakyat
Sangat digemarinya

Dwiwarna menjadi saksi bisu
Tegak berkibar di langit Indonesia
Warna agung merah putihnya
Ternoda oleh kejahatan busuk
Mungkin rakyat sudah lelah
Hokum yang seharusnya diandalkan
Hanya beraga tak bernyawa
Entah sampai kapan



(Tutik nur faizah X3/30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar