Tiga
Hari Berjuta Rasa
Hari ini atau tepatnya pagi ini, aku akan pergi ke kota
Kartini atau Kota Rembang, ya kota yang lumayan jauh dari Weleri. Mungkin lebih
tepatnya, tiga hari ke depan aku dan teman-teman pramuka SMP N 1 Weleri akan
unjuk kebolehan dan beradu pengetahuan tentang kepramukaan. Ini mungkin pertama
kalinya bagiku dan teman-teman mengikuti pramuka atau Jambore Se-Jawa Tengah di
luar daerah Kendal, apalagi harus menginap, tentunya menjadi pengalaman yang
luar biasa.
“Dik,
bangun nanti kesiangan”. Sementara aku masih berkutat dengan mimpiku bertemu
idolaku. “Suara itu pasti ibu”, pikirku dalam hati dengan mata masih tertutup.
“Iya”, jawabku singkat, sementara mata ini masih enggan untuk terbuka. “Jangan
iya-iya saja, ini sudah jam setengah lima, nanti kamu terlambat ke sekolah”,
kata ibu seraya menepuk bahuku. “Hari ini kamu harus berangkat jam 5, kan”, tuturnya.
“Wah, iya. Haari ini aku harus berangkat ke Rembang untuk itu aku harus berangkat
jam 5 pagi”, gumamku dalam hati seyara membuka mata dan bergegas menuju kamar
mandi. Karena tergesa-gesa kakiku mengenai pintu kamar yang tebuka setengah.
“Aduh, kakiku” aku meringis kesakitan. “Makanya hati-hati. Dan kalau ada acara
besok pagi jangan tidur kemaleman, gini deh akibatnya. Tidur kok kaya kerbau”,
ledek kakaku. Mungkin ada benarnya juga kata kakakku yang paling perhatian,
semalam aku tidur pukul 12.00, karena menonton pertandingan bola antara
Mancahster United vs Barcelona, jelas saja aku menonton karena ada Mu, tim
favouritku, walaupun harus kalah dari Barcelona. “Siapa yang ada di kamar
mandi?”, tanyaku dengan nada keras. “ Ayah”. “Wah aku harus mandi dimana”,
gumamku. “Makanya, jangan bangun kesiangan, jadinya nggak heboh sendiri”, kata
ayahku. Sial, kena omel lagi, mungkin pagi ini aku menjadi bahan omelan orang
rumah, ya mungkin memang begitu, salahku sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk
mandi di rumah nenek, untung rumah nenekku bersebelahan.
Setelah
selesai mandi dan sarapan, tepat pukul 5 kurang 10 menit aku berangkat ke
sekolah. “Apa?”, gumamku dalam hati. Jelas saja aku kaget ternyata baru 5 orang
saja yang datang, padahal aku kira sudah banyak orang yang datang. Tapi
sebenarnya ini bukan satu hal yang sangat mengagetkan, kejadian seperti ini
sudah biasa, selalu tidak tepat waktu. Jangankan muridnya, gurunyapun baru satu
orang yang datang, seharusnya ada 3 orang. Dalam peribahasa Jawa istilah guru
berarti “Digugu lan Ditiru” mungkin istilah itu yang “dianut” oleh
teman-temanku yang lain, hahahaha. Akhirnya, tepat pukul 5.30 semua siswa dan
guru berkumpul, ternyata hanya ada lima orang ditambah satu orang guru yang
benar-benar disiplin, termasuk aku. “Naik bis endel”, gumamku dalam hati. Ya
mungkin itu hal biasa apalagi hanya untuk lomba pramuka, sekolah tidak mungkin
menyediakan dana yang lebih untuk memberikan kepuasan dan kenyamanan bagi
siswanya, sebenarnya aku harus bersyukur walaupun dengan bis endel, daripada
harus naik truk. “Hah, bis endel lagi!”, kata Dini, salah satu temanku. Kata
‘lagi’ sepertinya menjadi suatu kebiasaan, yang berarti naik bis endel terus.
“Sudah, nggak apa-apa. Daripada kamu naik truk”, kata salah satu guru yang ikut
ke Rembang. Okelah, tidak apa-apa. Oh, tidak, rasanya seperti berada di ruangan
yang tidak ada jendela maupun ventilasi udaranya, rasanya sangat pengap, kami
harus berdesak-desakkan, satu kursi untuk dua orang. Bayangkan kami harus
berdesak-desakkan selama berjam-jam. “Bu, sempit sekali”, teriak salah satu
temanku yang duduk di belakang. “Sabar” hanya kata itu yang muncul dari guruku.
Ya, mau tidak mau kami menikmati kenyamanan berdesak-desakkan dalam ‘endel’.
Selama diperjalanan, banyak dari kami yang tertidur pulas, termasuk aku.
‘Macet’, wah sangat menjengkelkan, kami sudah melupakan desak-desakkan itu,
kenapa harus dibuat jengkel lagi dengan kemacetan. Kenapa macet harus sampai
Rembang, padahal macet sering identik dengan kota Jakarta.
Akhirnya
setelah kurang lebih 5 jam menempuh perjalanan, kami sampai di Bumi
Perkemahannya. Tempatnya sangat jauh dari keramaian kota, hanya beberapa rumah
penduduk saja yang ada sisanya adalah hutan, mungkin karena inilah tempat ini
dijadikan bumi perkemahan. “Alhamdulillah, sampai juga”, cetus salah satu
temanku. Mungkin kata-kata seperti itu yang ingin juga aku katakan, tapi aku
hanya mengatakannya untuk diriku sendiri alias dalam hati. Sepertinya, kami
selalu mendapat kesusahan, ternyata lokasi untuk perkemahannya masih jauh, jadi
kami harus berjalan kaki sambil membawa barang bawaan kami yang sangat berat
karena jalannya sempit sehingga tidak bisa dilalui bis. “Hah, nanjak?”, kataku. “Hah, kenapa susah
banget sih, untuk sampai ke perkemahannya”, lanjut temanku. Ya, ternyata jalan
yang ditempuh berkelok dan menanjak. Regu putri dan putra berpisah tempat, kami
yang putri berjalan ke arah Utara sementara putra ke arah selatan.
Ternyata
sudah banyak yang datang, ada yang dari Kabupaten Kudus, Jepara, Demak, dll.
Maklum saja ini kan Jambore Se-Jawa Tengah. Akhirnya setelah semua perjalanan
yang melelahkan terlampaui, kami sampai di lokasi perkemahannya. Kami bersama
dengan SMP 2 Cepiring, SMP 2 Kendal, SMA N 1 Weleri, SMA N 1 Kendal, dll,
menempati lokasi Kabupaten Kendal. Setelah meletakan barang-barang, kami
bergegas mendirikan tenda karena waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Hampir
satu jam kami mendirikan tenda tetapi belum selesai juga “Hah, belum selesai,
punya kita sudah”, ledek temna laki-lakiku. “Biarin”, jawab temnku ketus. Yah,
akhirnya siswa putra ikut turun tangan juga, tidak lebih dari 30 menit tenda
selesai. “Alhamdulillah”, kata Mia, salah satu temanku. “Coba saja kalau tidak
ada kami, pasti selesai besok”, ledek temanku (lagi). Kami pun beristirahat
sebentar.
Kegiatan
dimulai pada malam hari, tepatnya acara pembukaan. Semua siswa diwajibkan
memakai pakaian pramuka lengkap dan datang dilokasi upacara tepat pukul 20.00.
“Dimana musholanya?”, tanyaku. “Nggak tahu, mungkin di bawah sana?”, jawab
temanku. Akhirnya aku dan beberapa temanku yang akan menunaikan ibadah salat
maghrib pergi ke bawah . “Oh, tidak”, kata temanku. Jelas saja di seperti itu,
mushola yang ada hanya satu sementara manusianya ratusan orang. “Mbak, airnya
nggak ada”, kata seseorang anak pramuka yang tidak kami kenal mengingatkan.
“Nggak ada ya, Mbak?” tanyaku. “Iya, nggak ada airnya”, katanya. “Terus
gimana?”, keluh temanku. Akirnya kami memutuskan untuk mencari kamar mandi yang
sepi dan salat di tenda.
Tepat
pukul 20.00, kami sudah tiba di lokasi upacara pembukaan. “Ramai, ya”, kataku
kaget. “Ya iyalah, Neng. Se-Jawa kok!”, jawab temanku. Setelah menunggu kurang
lebih 30 menit, acara pembukaan dimulai. Acara pertama adalah sambutan dari
Kamabicab. Dilanjutkan sambutan dari panitia untuk memberitahu jadwal kegiatan
selam 3 hari kedepan. Selanjutnya pembacaan Dasa Dharma, Pancasila, dll. Acara
ditutup dengan konser musik kecil-kecilan yang menmpilkan sederet lagu-lagu
nasional. Karena kami semua sudah mengantuk jadi kami memutuskan untuk kembali
ke tenda lebih awal.
Esok
harinya, kami bersiap untuk mengikuti beberapa perlombaan seperti semaphore,
yel-yel, uji ketangkasan, PBB, menaksir tinggi dan lebar sungai, dll. “Ah,
jauh”, keluh Dini. “Iya, very jauh”, sambungku. Jelaslah, dimana-mana mencari
jejak itu membutuhkan jarak yang jauh. Pukul 11.00 kami tiba di pos terakhir
yaitu uji ketangkasan. Di sini kami diharuskan berjalan di atas bambu tanpa
pegangan, berjalan di atas tambang dengan satu tali di atasnya. “Aduh, sakit”,
keluhku. Ya aku terjatuh saat berjalan di atas tambang, aku kurang begitu bisa
menjaga keseimbangan, dan sedikit takut. “Nggak apa-apa, Cik”, tanya temanku.
“Nggak”, tapi sebenarnya lumayan sakit. Setelah semua kegiatan dihari ituu
selesai kami bergegas untuk pulang ke tenda.
Sore
harinya, kami pergi ke kamar mandi khusus untuk kabupaten Kendal, ya,
masing-masing kabupaten mendapat 5 kamar mandi. “Subhanallah, banyak banget
manusianya”, kata temanku. Ternyata 5 kamar mandi yang ada hanya ada tiga kamar
mandi yang berfungsi, haduh. Setelah menunggu beberapa lama, tiba giliran kami
untuk mandi. Tapi...”Ih, aku nggak mau mandi kalau air dan tempatnya seperti
ini”, keluh temanku. Mungkin aku akan berpendapat sama. Jelas saja, airnya
keruh, dan tempatnya bau dan banyak sampah bungkus shampoo yang dibuang begitu
saja di lingkungan kamar mandi. “Terus
gimana?”, tanyaku. “Ya udah, kita nggak usah mandi tapi cuci muka saja”, jawab
temanku. “Oh tidak”, gumamku. Akhirnya kami memutusakan untuk tidak mandi.
“Bu, lapar”, tanya seorang siswa
laki-laki yang kebetulan pada waktu itu sedang berkumpul di tenda perempuan.
“Iya, Bu”, kata semua anak secara bersamaan. Mungkin seperti ini rasanya hidup
jauh dari orang tua. Tidak lama kemudian nasi box yang dipesan datang. Nasi
rames dengan telur dan teh hangat, sangat mengenyangkan. Malam harinya diadakan
lomba paduan suara antar kabupaten, dari kabupaten kendal diwakili oleh SMA N 1
Weleri. Sebelum acara dimulai, diadakan acara pemutaran film perjuangan
Jenderal Sudirman, kami diajak untuk merasakan betapa hebat dan beratnya
perjuangan Sudirman pada saat itu. “Ah, lama”, ketus temanku. Mungkin aku
sedikit merasakan hal itu. Zaman sekarang jika dilihat-lihat rasa cinta tanah
air anak muda Indonesia sudah bekurang, mereka lebih menyukai budaya-budaya
asing, termasuk aku. Setelah 1 jam pemutaran film, dilanjutkan dengan
perlombaan paduan suara, kabupaten Kendal mendapat nomor undi 8. “Ih, bagus-bagus
ya”, kataku. “Iyalah”, jawab temanku. Ternyata kekuatan fisik kami sudah
mengendor, kami sudah sangat mengantuk dan sudah tidak kuat lagi jika menunggu
sampai undi ke 8. Kami memutuskan untuk kembali ke tenda. Lucunya sampai di
tenda, kami tidak bisa tidur. “Ye, Hidup Kendal”. Terdengar teriakan dari
beberapa orang. Alangkah terkejutnya kami melihat seorang siswa laki-laki
membawa piala juara 1 untuk kabupaten Kendal. Ternyata paduan suara dari
kaabupaten Kendal meraih juara pertama. “Ye, hebat Mas, Mbak”, teriak kami
bersamaan. Malam itu kami baru bisa tidur pukul 1 dinihari, waw.
Keesokan
harinya, kami bangun pukul 4.30 pagi. Kami lantas menuju sumur yang berada di
bawah lokasi tenda kami untuk mengambil wudhu. “Ah, mau pipis”, gumamku, tapi
pada saat itu semua kamar mandi penuh dan tidak ada tempat untuk mandi maupun
buang air. Setelah salat kami kembali ke sumur itu untuk cuci muka. “Ah, udah
kebelet”. Aku tidak bisa menahan rasa ingin pipis ini, hingga akhirnya aku
terpaksa buang air di celana “Oh, tidak”, gumamku. Itu adalah hal yang paling
bodoh yang aku lakukan yaitu ‘ngompol’. Aku benar-benar malu, tapi untung saja
tidak ada yang tahu.
Kegiatan
selanjutnya adalah outbond, disini tiap regu harus mewakilkan 10 orang putra
dan putri. Tapi pada kegiatan kali ini aku tidak ikut outbond melainkan menjaga
tenda bersama Mia, temanku. Kesempatan ini kami gunakan untuk mandi, maklum
saja sudah dua hari kami tidak mandi rasanya sangat tidak nyaman. Bu Romdonah
selaku salah satu pembina kami menjaga tenda sementara kami mandi. Aku dan Mia
mencari kamar mandi yang kosong. “Padahal masih ada kegiatan, tapi tetap saja
tidak ada kamr mandi yang kosong”, keluh Mia. Akhirnya kami memutuskan untuk
mengantre di salah satu kamar mandi yang cukup bersih jika dibanding yang
lainnya. Hampir 30 menit kami antre, akhirnya tiba giliran kami berdua yang
mandi. “Alhamdulillah, segarnya”, kataku seusai mandi. Kami pun kembali ke
tenda. “Oh, tidak, hujan”. Ya setiba di tenda hujan mulai turun. Kami mengemasi
barang-barnag yang ada di tenda barang, karena tenda barang yang dipakai tembus
air. “Ah, habis mandi kotor lagi”, kata Mia. Selang beberapa saat hujan mulai
reda, dan teman-temanku yang mengikuti kegiatan outbond juga sudah kembali.
“Kotor semua”, kata salah satu temanku yang ikut outbond. Ya, baju mereka kotor
penuh lumpur.
Malam
harinya adalah acara penutupan, kami melaksanakan upacara penutupan dengan
khidmat. “Lama”, keluh salah satu temanku. “Ya, lama”, keluh yang lain. Jika
dibandingkan dengan upacara pembukaan, pada upacara penutupan me\mang terasa
lebih lama. Pada acara ini juga nanti akan diumukan juara 1, 2, 3 Jambore
se-Jawa Tengah. Tetapi sebelum itu ada acara konser musik yang berlangsung
kira-kira 15 menit. Setelah itu diumumkan juara lomab Jambore kali ini. Alangkah
senang dan bahagianya kami ketika disebutkan juara 3 adalah kabupaten Kendal.
“Ye”, kami pun bersorak kegirangan. “Alhamdulillah”, ucapku sembari
loncat-lonacat bersama yang lain. Malam itu deretan tenda kabupaten Kendal
riuh, kami menghabiskan malam dengan bernyanyi ria. SMA N 1 Weleri sebagai
perwakilan mengarak piala juara 3 di sekitar lokasi tenda kabupaten Kendal.
Walaupun tidak mendapat juara 1 tapi kami sudah sangat senang. Hampir kami
tidak bisa tidur malam itu, mungkin sekitar jam 2 kami baru bisa tidur, itupun
hanya sebagian dari kami yang tidur, termasuk aku.
Esok
paginya, tepatnya pukul 7, kami sedang berkemas-kemas untuk pulang. “Ye,
pulang. Aku bosan disini”, kata salah satu temanku. “Ya, aku juga ingin
cepat-cepat pulang”, kataku. Ya, kami semua sudah sangat ingin pulang. Tepat
pukul 9 kami meninggalkan lokasi perkemahan. Ya, kami harus kembali
berdesak-desakkan di bis, tapi itu semua terbayar lantaran kami semua akan
pulang. Dan yang lebih menyenangkan Kendal pulang tanpa tangan kosong. “Wah, tumben
nggak macet”, kata temanku. Tepat pukul 3 siang kami tiba di sekolah tercinta
SMP N 1 Weleri, para orang tua sudah siap untuk menjemput putra putrinya yang
sudah 3 hari pergi. “Wah, ayahku belum datang”, gumamku. Padahal cuaca saat itu
mendung hampir hujan. Setelah 10 menit
menunggu akhirnya ayah tercinta datang juga, ye.. akhirnya aku pulang. “Adikku,
mengapa kau hitam sekali”, ledek kakaku. “Enak aja”, kataku. Oh tidak, ternyata
tiga hari itu mengubah kulitku, tak apa lah.
Tiga
hari berjuta rasa, kalimat itu tepat sekali untuk mengutarakan kejadian selama
tiga hari di Rembang. Ada sedih, senang, lucu, membosankan, dan masih banyak
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar