Senin, 23 September 2013



Sengkuni Ing Praja
Dening Tutik Nur Faizah


Grapyak temen lakumu
Misuwur jenengmu
Nyolong artha tanpa rasa
Ewah uripmu ngrusak praja
Supe marang janjimu dhisik
Omonganmu nyumet geni
Bakar klasa amoh
Ora duwe rasa susah
Ora duwe rasa lepat
Malah lungguh tentrem ing kraton
Ngguyumu cekakakan
Ora nandur tapi manen
Ngidak-idak siti tanpa gemati
Wis cukup pawarta ala mu
Wis bosen aku marang lakumu
Elinga marang prasetyamu



Tutik Nur Faizah (XI IPA 1/35)

Kamis, 11 April 2013

Descriptive text



My Classmate

I have many classmates. All of them are good friends but there is one of my friends that has unique behaviour. His name is Elyas Julio Aur Bero but we often calls him Bero. Bero comes from NTT which is one of the wonderful islands in Indonesia. He moved from NTT 3 years ago and now he lives in ”Perumahan Pabrik Gula”. He was born on 20 Juny 1997 and now he is 15 years old.
Bero is chubby and fat but he is also tall. Bero has curly black hair and dark brown skin. He always wears black jacket when he rides his motorcycle to school. Bero also has scar on his left hand. That is all because of accident when he was child.
Bero likes drawing, he always draws in all situation even in the class. His pictures are so interesting. He is the funniest person in the classroom. He always tells us funny jokes. When I see him I want to laughs. She always shows his lazy face when he was facing problems, any problems. His friends likes him very much. If there is Bero there is happiness.
Tutik Nur Faizah (X3/30)
 

   

Resensi "Ayam Kampung Petelur"



Ayam Kampung Petelur

Judul buku          : Ayam Kampung Petelur
Penulis                : Kliwon Sujionohadi & Ade Iwan Setiawan
Penerbit               : Penebar Swadaya
Edisi                    : Revisi
Tebal buku         : ii + 90 halaman

          Sekarang ini membudidayakan ayam kampung petelur sedang diminati oleh kalangan pengusaha ternak, karena membutuhkan modal yang tidak terlalu banyak dan menghasilkan keuntungan yang besar. Sudah banyak yang memulai usaha ini namun  tidak banyak orang yang berhasil membudidayakannya dikarenakan pengetahuan yang minim akan tata cara berbudidaya ayam kampung petelur.
          Alasan tersebut yang membuat buku ini diterbitkan. Untuk bertujuan membantu para pengusaha pemula yang ingin berbudidaya ayam kampung petelur. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun budget untuk membeli semua kebutuhan yang dibutuhkan, seperti pembelian bibit ayam kampung, pembelian pangan ayam, pembuatan kandang dan biaya pemberian vitamin terhadap ayam kampung. Buku ini juga menampilkan berbagai cara untuk panen serta pola keuntungan yang akan didapatkan. Pangan merupakan salah satu faktor penting selain kandang dan budget dalam beternak ayam petelur,
          Setelah budget disusun, bisa dilanjutkan dengan pemeliharaan ayam secara tepat dengan cara membersihkan kandang seminggu sekali, memberi vaksin, pemberian pangan yang sesuai. Jika hal tersebut telah dilakukan secara tepat, maka budidaya ayam kampung petelur sudah berhasil.
Buku tersebut sangat membantu para peternak ayam kampung petelur pemula, karena berisi penjelasan mendetail tentang tata cara beternak ayam, mulai dari persiapan budget sampai panen telur. Namun banyak tulisan yang terlalu bertele-tele sehingga sulit untuk dipahami oleh para pembaca.

Identifikasi Puisi



LAPORAN HASIL DISKUSI PUISI KARYA TAUFIK ISMAIL
“MEMBACA TANDA-TANDA”















 












Disusun oleh :
Ahmad Fajrul Yustika                    2
Elvera Dwi Andini                           11
Nuriana Rahmawan                      24
Tutik Nur Faizah                             30




Membaca Tanda-tanda
Karya Taufik Ismail

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan                     Citraan Peraba
dan meluncur lewat sela-sela jari kita


 
Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas                                Citraan Perasaan
Tapi kita kini mulai merindukannya

Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya                    Citraan Penglihatan
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari                             Citraan Pendengaran

Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun                                                                        Citraan Penglihatan
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan                           Citraan Penglihatan
Karbon dioksida itu menggilas paru-paru                                      Citraan Kinestetik

Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor                                                                       Citraan Penglihatan dan kinestetik
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?                                                Citraan Penglihatan

Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama                                                         Citraan Penglihatan
kami telah dihujani api dan batu
Allah
Ampunilah dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda


 
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan        Citraan Peraba
Akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya                                                   Citraan Perasaan




Isi puisi            :
Di dalam puisi “Membaca Tanda-tanda”, banyak gejala alam yang Taufik Ismail ambil sebagai sumber inspirasinya, misalnya dalam bait kedua, ketiga, keempat, sampai bait ketujuh.
Taufik Ismail ingin mengajak pembaca untuk memperhatikan, mengamati perubahan alam yang terjadi, merenungi semua yang telah dilakukan yang di dalam puisinya memakai pilihan kata “membaca”: membaca gempa, disapu banjir, dihalau api dan hama, dihujani abu dan batu.
Bait pertama merupakan ungkapan Taufik Ismail yang merasa kehilangan sesuatu, yang dirasakan juga oleh manusia yang lain, namun sesuatu itu belum jelas. Tetapi, pada bait selanjutnya, Taufik Ismail memberikan tanda-tanda yang membuatnya merasa kehilangan dan dilanda kerinduan, tanda-tanda itu diantaranya: udara yang telah berwarna abu-abu (lambang untuk pencemaran udara yang terjadi pada saat ini), air danau yang semakin surut, burung-burung yang tak lagi berkicau (akibat tak ada tempat bagi mereka untuk bersarang).
Pencemaran udara, penebangan hutan, perburuan liar, dan sebagainya telah membawa dan mengundang berbagai macam bencana, mulai dari gunung berapi, gempa bumi, longsor, dan banjir. Manusia telah merusak alam dan menimbulkan kerusakan alam.
Pada bait ketujuh, kedelapan, dan kesembilan menandakan suatu kesadaran dan rasa ingin kembali, doa, dan pengampunan dosa seorang hamba kepada Sang Kuasa.
Kemudian, dalam bait kesepuluh dan kesebelas berisi tentang pernyataan ulang tentang sesuatu yang dirasa telah hilang dan kini mulai dirindukan, yaitu suasana alami yang asri, suasana alam sebelum dirusak oleh tangan-tangan manusia.

Tujuan Penulis:
Melalui puisi “Membaca Tanda-tanda” Taufik Ismail ingin mengajak pembaca melakukan kegiatan membaca terhadap gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar kita. Kemampuan Taufik Ismail membaca tanda-tanda zaman tersebut sebagai suatu kabar kepada kita agar memperhatikan gejala alam yang semakin lama lepas dari genggaman tangan kita. Ada sesuatu yang hilang, ada sesuatu yang harus kita raih kembali seperti mulanya. Manusia tentu akan merindukan suasana yang alami, yang asri, suasana alam sebelum terjamah oleh tangan-tangan manusia. Membaca tanda-tanda zaman seperti yang dilakukan oleh Taufik ismail sebagai suatu tanggapan tentang kenyataan.